tamanjernih TamJerhttps://tamanjernih.blogspot.com/

Minggu, 02 April 2023

Menghadapi Cobaan dalam Kehidupan dengan Iman dan Sabar

@taman jernih Kehidupan tidaklah selalu berjalan lancar dan mulus. Setiap orang pasti mengalami cobaan dan tantangan dalam hidupnya. Namun, sebagai seorang Muslim, kita memiliki iman dan keyakinan bahwa Allah SWT tidak akan memberikan cobaan yang melebihi batas kemampuan kita. Oleh karena itu, sebagai hamba Allah yang taat, kita harus selalu siap menghadapi segala cobaan dalam hidup dengan iman dan sabar.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis, “Sesungguhnya, sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6). Artinya, Allah SWT akan memberikan kemudahan setelah kita melewati kesulitan. Oleh karena itu, sebagai Muslim yang bertakwa, kita harus selalu mengingat bahwa cobaan dalam hidup adalah ujian yang harus kita lalui dengan penuh keikhlasan dan kepasrahan kepada Allah SWT.

Ketika kita dihadapkan dengan cobaan dalam hidup, kita harus selalu ingat untuk tidak merasa putus asa. Kita harus selalu berserah diri kepada Allah SWT dan meminta pertolongan-Nya. Allah SWT adalah Maha Pengasih dan Penyayang, Dia pasti akan membantu kita melewati setiap cobaan yang dihadapi.

Selain itu, sebagai Muslim yang beriman, kita juga harus memiliki sikap sabar dalam menghadapi cobaan. Sabar bukan berarti kita diam dan pasrah tanpa berusaha. Namun, sabar adalah sikap untuk tetap berusaha dan berdoa kepada Allah SWT tanpa merasa putus asa. Dengan sabar, kita akan mampu mengatasi cobaan dalam hidup dengan lebih baik.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 155-156, “Dan sungguh Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Mereka yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali). Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya; dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Dalam ayat tersebut, Allah SWT mengajarkan kepada kita bahwa cobaan dalam hidup adalah ujian yang harus kita hadapi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Allah SWT juga menjanjikan keberkahan dan rahmat-Nya kepada orang-orang yang sabar dalam menghadapi cobaan.

Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim yang taat, kita harus selalu mengingat bahwa cobaan dalam hidup adalah ujian yang harus kita lalui dengan iman dan sabar. Kita harus selalu berserah diri kepada Allah SWT dan meminta pertolongan-Nya dalam menghadapi setiap cobaan. Dengan iman dan sabar, kita akan mampu menghadapi segala cobaan dan ujian yang diberikan oleh Allah SWT dalam kehidupan. Iman yang kuat akan membantu kita mengambil keputusan yang bijaksana, memperkuat tekad dan semangat dalam menjalani hidup, serta memberikan kepercayaan diri dan optimisme bahwa Allah SWT akan memberikan jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapi.

Sementara itu, sabar akan membantu kita mengatasi kegelisahan dan kecemasan, memperkuat daya tahan fisik dan mental, serta membantu kita mengendalikan emosi dan perilaku yang tidak produktif. Sabar juga mengajarkan kita untuk tidak mudah menyerah dan tetap berjuang meskipun menghadapi rintangan dan hambatan yang besar.

Dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, iman dan sabar dapat membantu kita untuk:

  • Mengatasi tekanan dan stres yang berasal dari pekerjaan, keluarga, atau lingkungan sekitar.
  • Menghadapi kesulitan dan tantangan yang seringkali muncul dalam perjalanan hidup.
  • Menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam kehidupan dan memperkuat hubungan dengan Allah SWT.
  • Menjalin hubungan yang baik dengan sesama manusia dan mewujudkan kemanusiaan yang lebih baik.
  • Memotivasi kita untuk terus berusaha dan tidak menyerah meskipun mengalami kegagalan.
    Oleh karena itu, iman dan sabar adalah dua hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim. Dengan memperkuat kedua hal tersebut, kita dapat menjalani kehidupan dengan penuh kesabaran, keteguhan hati, dan optimisme bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita adalah ujian dari Allah SWT yang harus kita jalani dengan penuh kepercayaan dan keyakinan kepada-Nya.

Kehidupan, iman, dan sabar adalah tiga hal yang saling terkait dalam kehidupan seorang muslim. Tanpa kehidupan, tidak akan ada tempat untuk mengamalkan iman dan melatih sabar. Tanpa iman, kehidupan akan kehilangan makna dan arah yang jelas. Tanpa sabar, iman akan mudah goyah dan kehidupan akan menjadi penuh dengan kegelisahan dan kecemasan.

Iman adalah keyakinan seseorang pada Allah SWT dan semua yang diwahyukan-Nya. Iman adalah inti dari kehidupan seorang muslim, dan merupakan faktor utama yang memotivasi seseorang untuk melakukan kebaikan, mematuhi perintah Allah SWT, dan menjauhi segala sesuatu yang dilarang-Nya. Kehidupan yang sehat, sejahtera, dan bermanfaat hanya dapat dicapai dengan memperkuat iman kepada Allah SWT dan mengamalkan ajaran-Nya dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, menjalani kehidupan sebagai seorang muslim bukanlah perkara mudah. Dalam perjalanannya, seseorang akan menghadapi berbagai tantangan, rintangan, dan cobaan yang dapat menghancurkan imannya. Oleh karena itu, sabar sangat penting dalam menjaga kestabilan iman dan mempertahankan kehidupan yang diridhai Allah SWT. Sabar bukan berarti pasrah atau menyerah, melainkan upaya untuk menghadapi dan mengatasi cobaan dengan tekad dan keteguhan hati, serta tetap mengandalkan Allah SWT sebagai penolong yang selalu ada.

Dalam Al-Quran, Allah SWT menegaskan hubungan antara iman dan sabar dalam beberapa ayat, seperti dalam Surah Al-Baqarah ayat 153 yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”

Ayat ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi cobaan dan kesulitan, seorang muslim harus memiliki iman yang kuat dan sabar yang tinggi, serta tidak lelah berusaha dan berdoa kepada Allah SWT. Dengan demikian, kehidupan yang dijalani akan menjadi lebih bermakna, bahagia, dan penuh keberkahan. 

Aamiin......
Semoga Bermanfaat..

Jumat, 10 Maret 2023

Tentang Bulan Ramadhan bagi umat Islam

taman jernih. Puasa Ramadan adalah salah satu kewajiban agama bagi setiap Muslim yang sudah baligh (dewasa) dan sehat secara fisik dan mental. Hukum puasa Ramadan bagi umat Muslim adalah wajib, artinya tidak melakukan puasa Ramadan tanpa alasan yang sah dapat berakibat dosa di mata agama.

Ada beberapa alasan yang dapat menghalangi seseorang untuk menjalankan puasa Ramadan, seperti sakit yang memerlukan pengobatan, perjalanan yang membutuhkan tenaga ekstra, dan kehamilan atau menyusui. Namun, orang yang tidak berpuasa karena alasan-alasan tersebut harus menggantinya di kemudian hari.

Selain itu, ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi selama menjalankan puasa Ramadan, seperti memulai dan mengakhiri puasa pada waktu yang tepat, tidak melakukan hubungan suami istri saat berpuasa, tidak makan dan minum, serta menjaga diri dari perilaku dan ucapan yang tidak pantas.

Bagi orang yang melanggar aturan-aturan tersebut secara sengaja, dapat dikenakan hukuman seperti membayar denda atau melakukan puasa pengganti. Namun, jika pelanggaran dilakukan secara tidak sengaja atau karena keadaan darurat, maka tidak dikenakan hukuman.

Bulan suci Ramadan adalah bulan kesembilan dalam kalender Islam yang dianggap sebagai bulan paling suci bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selama bulan ini, umat Muslim di seluruh dunia berpuasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari setiap hari selama satu bulan penuh.

Puasa Ramadan merupakan salah satu dari lima rukun Islam dan diwajibkan bagi setiap Muslim dewasa yang sehat secara fisik dan mental. Selain berpuasa, umat Muslim juga dianjurkan untuk meningkatkan ibadah mereka selama bulan Ramadan, seperti sholat tarawih di malam hari dan membaca Al-Quran.

Selama Ramadan, juga terdapat tradisi yang sering dilakukan oleh umat Muslim seperti makan sahur sebelum fajar, berbuka puasa dengan makanan ringan dan air, dan memberikan sedekah dan amalan kebajikan lainnya.

Bulan Ramadan juga dianggap sebagai waktu untuk mempererat hubungan dengan keluarga, teman, dan komunitas Muslim lainnya. Banyak orang Muslim juga merayakan hari raya Idul Fitri pada akhir bulan Ramadan sebagai tanda akhir dari bulan suci tersebut.
Berikut adalah beberapa hadis dan fatwa tentang puasa dalam agama Islam:

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad bersabda, "Barangsiapa berpuasa Ramadan karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni" (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad bersabda, "Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan perbuatan buruk saat berpuasa, maka Allah tidak membutuhkan dia meninggalkan makanan dan minuman" (HR. Bukhari).

Dalam sebuah fatwa, Ulama telah memperbolehkan seseorang yang sedang sakit atau dalam keadaan darurat untuk tidak berpuasa. Namun, mereka harus mengganti puasa tersebut di kemudian hari jika sudah sembuh atau keadaan darurat sudah berlalu.

Dalam sebuah fatwa, Ulama juga telah memperbolehkan seseorang yang sedang bepergian jauh untuk tidak berpuasa, namun mereka juga harus mengganti puasa tersebut di kemudian hari.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr, Nabi Muhammad bersabda, "Puasa dan Quran akan menjadi dua saksi untuk umatku pada hari kiamat" (HR. Ahmad).

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi Muhammad bersabda, "Barangsiapa memberi makanan berbuka puasa pada orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikitpun" (HR. Tirmidzi).

Bulan ini dianggap sebagai waktu yang sangat istimewa, karena pada bulan ini umat Muslim diwajibkan untuk berpuasa selama satu bulan penuh dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Bulan Ramadhan juga dikenal sebagai bulan pengampunan dan keberkahan, di mana pahala atas segala amal ibadah yang dilakukan oleh umat Muslim dikalikan berlipat ganda oleh Allah SWT.

Selain puasa, bulan Ramadhan juga dikenal sebagai bulan yang penuh dengan kegiatan ibadah lainnya, seperti shalat tarawih, membaca Al-Quran, memberikan sedekah, dan berdoa lebih banyak dari biasanya. Hal ini dilakukan untuk memperkuat iman dan ketaqwaan, serta menguatkan hubungan dengan Allah SWT.

Puasa di bulan Ramadhan juga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, seperti membersihkan tubuh dari racun, meningkatkan metabolisme, menurunkan berat badan, dan memperkuat sistem kekebalan tubuh. Selain itu, puasa juga mengajarkan umat Muslim untuk bersikap sabar, disiplin, dan berempati dengan mereka yang kurang beruntung.

Di bulan Ramadhan, umat Muslim juga berusaha untuk lebih merangkul persaudaraan dan saling membantu sesama. Banyak kegiatan sosial yang dilakukan, seperti membantu orang miskin, mengunjungi keluarga dan sahabat, serta berbagi makanan dengan orang-orang yang membutuhkan.

Pada akhir bulan Ramadhan, umat Muslim merayakan Idul Fitri atau Hari Raya, di mana mereka saling mengucapkan selamat, memaafkan kesalahan, serta mengunjungi keluarga dan sahabat. Idul Fitri juga menjadi momen yang tepat bagi umat Muslim untuk berbagi kebahagiaan dan berbuat kebaikan kepada sesama.

Dalam kesimpulannya, bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa bagi umat Muslim, di mana mereka berpuasa, melakukan ibadah, serta merangkul persaudaraan dan kebaikan. Bulan ini juga mengajarkan umat Muslim untuk bersikap sabar, disiplin, dan bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Oleh karena itu, bagi umat Muslim, bulan Ramadhan adalah waktu yang sangat berharga dan penting dalam meningkatkan kualitas hidup dan memperkuat iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Rabu, 15 Februari 2023

Ilmu Tenaga Dalam Menurut Agama Islam

taman jernih. 
Pengobatan dengan Ilmu Tenaga Dalam dimana point-point dari kajian tersebut adalah :

- Peringatan bagi yang mengobati penyakit dengan cara yang haram
- Pentingnya penyembuhan penyakit dengan cara Al-Qur'an dan As-     Sunnah
- Macam-macam penyakit dan kaidah mengobatinya
- Cara pengobatan Sihir dan Guna-Guna
- Obat yang diajarkan Nabi dalam mengobati penyakit Sihir dan Guna-Guna
- Nasehat bagi kaum Muslimin

    Adapun, untuk penjelasan mengenai Pengobatan dengan Ilmu Tenaga Dalam seperti pertanyaan diatas, akan saya salinkan secara ringkas dari soal-jawab yang ada di majalah as-sunnah, edisi 3/TH III/1418, hal 4-5, dimana pertanyaan yang diajukan mempunyai kesamaan.

Pertanyaan.
Ada seseorang baru saja menjadi anggota Terapi Tenaga Dalam. Tujuan nya ingin memiliki kemampuan megobati diri sendiri, dan jika mungkin dapat membantu orang lain. 
Adapun langkah - langkah nya dengan proses sebagai berikut :

1. Berdo'a mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala (teks tidak ditentukan) :
- mohon keselamatan dan manfaat latihan
- mohon ditingkatkan iman dan taqwa
2. Duduk nafas (tarik, tekan, lepas) disertai dengan dzikir, dilanjutkan dengan tafakkur sambil mencoba mengalirkan tenaga dalam ke kaki, seluruh badan dan tangan.
3. Latihan jurus disertai dzikir dalam hati (9 jurus)
4. Duduk nafas lagi
5. Do'a penutup (sama dengan no. 1)

Kesimpulan, tidak bertentangan dengan akidah Islamiyah! Namun demikian setelah membaca As-Sunnah 20/II/1417H sedikit ragu. Oleh karena itu, tolong anda menelitinya. Bila bertentangan, dimana letak kesalahannya. Dan tolong diberi informasi agar tidak terus menerus dalam kesesatan.https://tamanjernih.blogspot.com/
Terma kasih

Jawaban.
Dari pertanyaan dapat kami simpulkan adanya dua permasalahan.

[1] Tentang tenaga Dalam yang antara lain diperoleh dengan cara-cara seperti yang antum sebutkan.
[2] Tentang pengobatan.
Akan kami jawab satu persatu permasalahan di atas melalui pernyataan para ulama.

Pertama, Tentang Tenaga Dalam
-----------------------------
Tenaga dalam merupakan salah satu bentuk 'khawariqul 'adah' (kemampuan luar biasa, adakalanya berasal dari Allah, sebagaimana yang dianugrahkan kepada wali-wali-Nya. Dan ada kalanya berasal dari setan yang kemudian sering dianggap sebagai anugrah ilahi.

Menurut para ulama, diantaranya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (lihat Al-Furqan Baina Auliya'ir Rahman wa Auliya'isy Syaithan, hal 168-169, 321-322, 329-356), antara kedua 'khawariqul 'adah' (kemampuan luar biasa) dapat dibedakan dengan dua tinjauan.

[1] Melalui keadaan orang yang mendapatkannya.

    Apabila orang yang mendapatkannya adalah orang yang bertakwa, dari kalangan ahli tauhid, ikhlas dalam beribadah, tidak mengamalkan amalan-amalan bid'ah yaitu amalan ibadah yang tidak mencontoh tuntunan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan bukan termasuk pelaku maksiat, maka apabila ia mendapatkan 'khawariqul 'adah' berarti itu merupakan anugrah Allah.
Sebaliknya apabila yang mendapatkannya bukan dari kalangan ahli tauhid, seperti halnya orang-orang yang suka melakukan perbuatan syirik, misalnya memohon berkah melalui kuburan orang-orang yang dikeramatkan, mengadakan acara 'haul' (merayakan hari ulang tahun kematian) dll, maka yang diperolehnya adalah 'khawariqul 'adah' (kemampuan luar biasa) yang berasal dari setan. Begitu pula bila yang memperoleh adalah yang suka melakukan perbuatan bid'ah, misalnya membaca dzikir-dzikir yang tidak disyari'atkan.

Seperti dengan membatasi jumlah-jumlah, bentuk-bentuk, suara-suara, atau cara-cara tertentu yang tidak ada contohnya dalam syari'at. Atau orang yang suka berbuat maksiat. Misalnya tidak menjaga batas-batas pergaulan antara pria dan wanita, tidak memelihara jenggot, memakai pakaian menutupi mata kaki (bagi lelaki), senang nonton (film), merokok, tidak menutup aurat dll.
Apabila demikian keadaan orangnya, maka 'khawariqul 'adah yang diperoleh adalah berasal dari setan.

[2]Melalui sebab diperolehnya 'khawariqul 'adah'.

    Khawariqul 'adah yang berasal dari Allah hanya bisa diperoleh dengan ketaatan, keimanan dan ketakwaan. Selain itu Islam tidak mengajarkan seorang muslim untuk beribadah untuk tujuan mendapatkan 'khawariqul 'adah'(kemampuan luar biasa). Justru itulah yang membedakan antara yang berasal dari Allah dan yang berasal dari setan. Yaitu bahwa 'khawariqul 'adah' yang berasal dari Allah tidak bisa dipelajari apalagi dibakukan menjadi semacam 'ilmu kedigdayaan', sedangkan yang berasal dari setan bisa dipelajari dan bisa dibakukan menjadi suatu ilmu. Sekalipun secara zhahir dilakukan dengan membaca ayat atau dzikir. Sebagaimana difirmankan Allah.

"Artinya : Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir iru mereka dapat menceraikan antara suami dan istrinya" [Al-Baqarah : 102]
Ayat tersebut menunjukkan, bahwa 'khawariqul 'adah' yang dapat dipelajari adalah sihir (berasal dari setan, sebagaimana yang diterangkan Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Bari X/223, cetakan Jami'ah Al-Imam Muhammad bin Saud - Riyadh.

Kedua, Masalah Pengobatan
-------------------------
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menegaskan dalam Majmu' Fatawa-nya hal.67-68, bahwa sebab yang Allah ciptakan untuk penyembuhan suatu penyakit ada dua bentuk.

[1] Sebab-sebab yang syar'i, yaitu dengan membacakan ruqyah (pengobatan dengan bacaan Al-Qur'an) seperti yang dicontohkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan berdo'a kepada Allah dll.

[2] Sebab-sebab 'hissiah' (kongkrit), seperti obat-obatan yang dikenal dalam syari'at (madu dll). Atau obat-obatan yang diolah berdasarkan pengalaman dan penyelidikan ilmiah yang dapat memberikan pengaruh nyata, bukan sekedar sugesti atau khayalan. Seandainya hanya berupa sugesti atau sesuatu yang dikhayalkan menjadi obat lewat meditasi dan lain-lain, maka itu diharamkan bahkan termasuk syirik. Karena merupakan upaya menandingi Allah dalam menciptakan sebab terjadinya kesembuhan. Maka dari itu Allah pun mengharamkan pemakaian jimat-jimat, isim (rajah) dan yang sejenisnya, karena semuanya tidak memiliki sebab-sebab syari'ah maupun sebab-sebab 'hissiah' yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Kesimpulan.
Tenaga dalam yang antum pelajari berarti termasuk bentuk kemampuan luar biasa yang bukan berasal dari Allah, sebab kemampuan luar biasa tersebut diperoleh dengan cara-cara khusus, sekalipun dibungkus dengan do'a-do'a, dzikir-dzikir yang seolah-olah Islami. Padahal bisa jadi do'a-do'a serta dzikir-dzikir tersebut, adalah do'a-do'a serta dzikir-dzikir bid'ah. Apalagi dengan tujuan untuk memperoleh tenaga dalam yang itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat dan Salafu ash-Shalih..

Karena itulah sebaiknya tinggalkan saja kegiatan tersebut mumpung belum terjerumus terlalu jauh.

Semoga Bermanfaat....

Kamis, 02 Februari 2023

Membicarakan aib orang lain atau ghibah

Assalamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh....

Membicarakan aib orang lain atau ghibah telah Allah haramkan secara jelas dan tegas di dalam kitab-Nya dan melalui lisan rasul-Nya. Allah subhanahu wata'ala berfirman, artinya,

"Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya." (QS. al-Hujurat:12)

 Penjelasan tentang hakikat ghibah telah disebutkan di dalam hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yaitu,

"Engkau membicarakan saudaramu dengan sesuatu yang dia tidak suka (untuk diungkapkan)." (HR. Muslim)

 Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga telah mengharamkan kehormatan seorang mukmin dan mengaitkannya dengan hari Arafah, bulan haram, dan tanah haram. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Bakar radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

"Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian, sebagaimana haramnya hari kalian ini, di bulan kalian ini, dan di negri kalian ini. Ingat! Bukankah aku telah menyampaikan?" (HR Muslim).

 Bahkan dalam hadits yang lain disebutkan dengan sangat tegas bahwa membicarakan aib dan kehormatan seorang mukmin itu lebih parah dibandingkan dengan seseorang yang menikahi ibunya sendiri. Diriwayatkan dari al-Barra' bin Azib radhiyallahu 'anhu dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

"Riba itu mempunyai tujuh puluh dua pintu, yang paling rendah seperti seseorang yang menikahi ibunya. Dan riba yang paling besar yakni seseorang yang berlama-lama membicarakan kehormatan saudaranya." (Silsilah ash-Shahihah no. 1871)

 Di dalam sebuah potongan hadist, riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

"Siapa yang berkata tentang seorang mukmin dengan sesuatu yang tidak terjadi (tidak dia perbuat), maka Allah subhanahu wata'ala akan mengurungnya di dalam lumpur keringat ahli neraka, sehingga dia menarik diri dari ucapannya (melakukan sesuatu yang dapat membebaskannya)." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim, disetujui oleh adz-Dzahabi, lihat Silsilah ash-Shahihah no. 437)

 Diriwayatkan dari Abdur Rahman bin Ghanam radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bersabda,

"Sebaik-baik hamba Allah adalah orang yang jika dilihat (menjadi perhatian) disebutlah nama Allah, dan seburuk-buruk hamba Allah adalah orang yang berjalan dengan mengadu domba, memecah belah antara orang-orang yang saling cinta, dan senang untuk membuat susah orang-orang yang baik." (HR. Ahmad 4/227, periksa juga kitab "Hashaid al-Alsun" hal. 68)

 Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

"Wahai sekalian orang yang telah menyatakan Islam dengan lisannya namun iman belum masuk ke dalam hatinya, janganlah kalian semua menyakiti sesama muslim, janganlah kalian membuka aib mereka, dan janganlah kalian semua mencari-cari (mengintai) kelemahan mereka. Karena siapa saja yang mencari-cari kekurangan saudaranya sesama muslim maka Allah akan mengintai kekurangannya, dan siapa yang diintai oleh Allah kekurangannya maka pasti Allah ungkapkan, meskipun dia berada di dalam rumahnya." (HR. at-Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani dalam shahih sunan at-Tirmidzi 2/200)

 Para salaf adalah orang yang sangat menjauhi ghibah dan takut jika terjerumus melakukan hal itu. Di antaranya adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, dia berkata, "Aku mendengar Abu 'Ashim berkata, "Semenjak aku ketahui bahwa ghibah adalah haram, maka aku tidak berani menggunjing orang sama sekali." (at-Tarikh al-Kabir (4/336)

 Al-Imam al-Bukhari mengatakan, "Aku berharap untuk bertemu dengan Allah subhanahu wata'ala dan Dia tidak menghisab saya sebagai seorang yang telah berbuat ghibah terhadap orang lain."

 Imam Adz-Dzahabi berkomentar, "Benarlah apa yang beliau katakan, siapa yang melihat ucapan beliau di dalam jarh dan ta'dil (menyatakan cacat dan jujurnya seorang perawi) maka akan tahu kehati-hatian beliau di dalam membicarakan orang lain, dan sikap inshaf (obyektif) beliau di dalam mendhaifkan/melemahkan seseorang.

 Lebih lanjut beliau (adz-Dzahabi) mengatakan, "Apabila aku (Imam al-Bukhari) berkata si Fulan dalam haditsnya ada catatan, dan dia diduga seorang yang lemah hafalannya, maka inilah yang dimaksudkan dengan ucapan beliau "Semoga Allah subhanahu wata'ala tidak menghisab saya sebagai orang yang melakukan ghibah terhadap orang lain." Dan ini merupakan salah satu dari puncak sikap wara'. (Siyar A'lam an -Nubala' 12/439)

 Beliau juga mengatakan, "Aku tidak menggunjing seseorang sama sekali semenjak aku ketahui bahwa ghibah itu berbahaya bagi pelakunya." (Siyar a'lam an-Nubala' 12/441)

 Para salaf apabila terlanjur menggunjing orang lain, maka mereka langsung melakukan introspeksi diri. Ibnu Wahab pernah berkata, "Aku bernadzar apabila suatu ketika menggunjing seseorang maka aku akan berpuasa satu hari. Aku pun berusaha keras untuk menahan diri, tetapi suatu ketika aku menggunjing, maka aku pun berpuasa. Maka aku berniat apabila menggunjing seseorang, aku akan bersedekah dengan satu dirham dan karena sayang terhadap dirham, maka aku pun meninggalkan ghibah."

 Berkata imam adz-Dzahabi, "Demikianlah kondisi para ulama, dan itu merupakan buah dari ilmu yang bermanfaat." (Siyar: 9/228)

 Bahkan seorang yang melakukan ghibah pada hakikatnya sedang memberikan kebaikannya kepada orang lain yang dia gunjing. Bahkan Abdur Rahman bin Mahdi berkata, "Andaikan aku tidak benci karena bermaksiat kepada Allah subhanahu wata'ala, maka tentu aku berharap tidak ada seorang pun di Mesir, ini kecuali aku menggunjingnya, yakni karena dengan itu seseorang akan mendapatkan kebaikan di dalam catatan amalnya, padahal dia tidak melakukan sesuatu." (Siyar: 9/195)

 Maka para aktivis dakwah di masa ini yang melakukan ghibah atau membicarakan aib saudaranya sesama muslim dengan alasan untuk meluruskan kesalahan dan demi kebaikan, alangkah baiknya sebelum membicarakan orang lain merenung kan beberapa masalah berikut:

 Pertama; Apakah yang dia lakukan itu adalah ikhlas dan merupakan nasihat untuk Allah subhanahu wata'ala, Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam dan kaum muslimin? Ataukah merupakan dorongan hawa nafsu baik tersembunyi atau terang-terangan? Atukah itu merupakan hasad dan kebencian terhadap orang yang dia gunjing?

 Memperjelas apa latar belakang yang mendorong untuk membicarakan orang lain sangatlah penting. Sebab berapa banyak orang yang terjerumus ke dalam ghibah dan menggunjing orang lain karena dorongan nafsu tercela sebagaimana tersebut di atas. Lalu dia menyangka bahwa yang mendorong dirinya untuk menggunjing adalah karena menyampaikan nasehat dan menginginkan kebaikan.

 Ini merupakan ketergelinciran jiwa yang sangat pelik, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia, kecuali setelah merenung dan berpikir mendalam penuh rasa ikhlas dan murni karena Allah subhanahu wata'ala.

 Ke dua; Harus dilihat dulu bentuk masalahnya ketika membicarakan aib seseorang, apakah merupakan hal-hal yang di situ memang dibolehkan untuk ghibah ataukah tidak?

 Ke tiga; Renungkan berkali-kali sebelum mengeluarkan kata-kata untuk membicarakan orang lain; Apa jawaban yang saya sampaikan nanti di hadapan Allah subhanahu wata'ala pada hari Kiamat jika Dia bertanya, "Wahai hamba-Ku si Fulan, mengapa engkau membicarakan si Fulan dengan ini dan ini?"

 Hendaknya selalu ingat bahwa Allah subhanahu wata'ala telah berfirman,

"Dan ketahuilah bahwasannya Allah mengetahi apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun." (QS. Al-Baqarah: 235)

 Dan Ibnu Daqiq al-Ied juga telah berkata, "Kehormatan manusia merupakan salah satu jurang dari jurang jurang neraka yang para ahli hadits dan ahli hukum diam apabila telah berhadapan dengannya. (Thabaqat asy Syafi'iyyah al Kubra 2/18). Wallahu a'lam.

Sumber: "Manhaj Ahlussunnah fi an-Naqdi wal Hukmi 'alal Akharin, hal 17-20, Hisyam bin Ismail ash-Shiini.

Netter Al-Sofwa yang dimuliakan Allah Ta'ala, Menyampaikan Kebenaran adalah kewajiban setiap Muslim. Kesempatan kita saat ini untuk berdakwah adalah dengan menyampaikan buletin ini kepada saudara-saudara kita yang belum mengetahuinya.

Semoga Allah Ta'ala Membalas 'Amal Ibadah Kita. Aamiin

 Waassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh