tamanjernih TamJerhttps://tamanjernih.blogspot.com/

Jumat, 11 November 2011

Si Malin Kundang Jadi Batu

Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.
Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah berganti tahun, ayah Malin Kundang tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin Kundang untuk mencari nafkah.
Malin Kundang termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin Kundang sedang mengejar ayam, ia tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu.  Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya.  Malin Kundang tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.
Malin Kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju dengan maksud Malin Kundang . Tetapi karena Malin Kundang terus mendesak, Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati.
Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin Kundang segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. “Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang air mata.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut . Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin Kundang segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai . Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya.
Desa tempat Malin Kundang terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin Kundang lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin Kundang dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundangbeserta istrinya.
Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang.
“Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian?
Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.
“Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping.
“Wanita itu ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang.
“Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin Kundang kepada istrinya.
Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin Kundang menengadahkan tangannya sambil berkata “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu”. Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang . Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.

Sabtu, 05 November 2011

Masalah Pendidikan Sistemik, Apa yang Harus Diperbaiki?

Pemerhati pendidikan Anita Lie mengatakan, kesemrawutan pendidikan nasional bersifat sistemik. Ia menjelaskan, masalah pembangunan pendidikan bermutu sifatnya menjadi sistemik karena pemerintah daerah kurang optimal dalam berusaha. Salah satu hal yang dinilai Anita harus diperbaiki adalah pendistribusian gaji para guru. Menurutnya, pemerintah daerah harus memikirkan cara bagaimana mengirim gaji para guru yang bertugas di daerah terpencil.

Selama ini, perhatian dari pemerintah pusat dan daerah yang diberikan kepada guru pendidik juga masih sangat kurang.

 "Masalahnya sistemik, tapi jelas bukan di muridnya. Masalah guru itu sangat variatif sekali karena nyatanya memang ada segelintir individu guru yang kurang baik," dalam sebuah diskusi meningkatkan mutu pendidikan, di Menteng, Jakarta Pusat.

Ia menambahkan, terkait persoalan guru, sebaik apapun guru yang bersangkutan, tentu memerlukan perjuangan yang luar biasa jika dihadapkan dengan kondisi yang jauh di bawah standar minimal. Misalnya, kata dia, guru-guru di beberapa daerah itu kesulitan memperoleh air bersih dan sembako, ditambah dengan masih adanya beberapa lokasi yang belum tersentuh aliran listrik.

"Tapi ada juga guru yang kuat bertahan. Di Mimika, Papua, saya sempat bertemu guru yang sampai harus memakan tikus demi untuk bertahan. Ini persoalan riil, tapi kita tidak bisa menemukan banyak guru yang seperti itu," ujar Guru Besar Bidang Pendidikan FKIP dan program pascasarjana Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya ini.

Oleh karena itu, Anita berharap, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) harus lebih memberdayakan para pengawas untuk mensupervisi guru-guru yang bertugas di daerah terpencil. Selain itu, pemerintah daerah juga harus memikirkan bagaimana transportasi untuk mengunjungi daerah-daerah pelosok dan memikirkan cara untuk mengirimkan gaji guru di daerah yang tidak bisa dilakukan melalui transfer.

"Anggaran pendidikan sudah naik, tapi jika tanpa pengelolaan yang jelas maka akan menjadi bumerang. Pemerintah harus memastikan anggaran ini sampai ke sasaran yang tepat. Jika tidak itu akan merusak," tandasnya.

Menumbuhkan Semangat Hidup

Mungkin pada awalnya memang tidaklah mudah untuk membangun kepercayaan diri yang mengalami kerapuhan. Namun dari pengalaman-pengalaman beberapa orang yang telah berusaha membuktikannya bahwa semangat hidup itu bisa ditumbuhkan.

Artian Kesederhanaan Hidup

   Memang tidak semua orang mampu melakukannya, disisi lain mungkin terdapat banyak orang yang memiliki itikad yang kuat untuk itu, namun belum mempunyai kesempatan atas segala sesuatu yang menjadi faktor pendukungnya.
   Mengapa dikatakan belum mempunyai kesempatan? Jawabannya sangat sederhana sekali yakni belum dapat menyetarakan hidup yang layak dengan semestinya. Karena yang dialami, hidup dalam keterbatasan yang benar2 tidak enak dan sangat jarang pula orang yang dapat menikmatinya,.itikad dan kebiasaan hidup seperti itulah yang harus dijunjung tinggi, tetapi tentunya tidak meninggalkan usaha untuk meningkatkan kehidupan yang layak pula. Karena adanya perubahan zaman yang terus tanpa henti sangat memungkinkan akan mengalami perubahan dalam kehidupan nyata, sudah dipastikan akan mengalami hal-hal yang baru dimana akan termasuk didalamnya hal-hal yang mungkin tidak diinginkan. Jika hal yang tidak diinginkan tersebut terjadi, apa jadinya? Tentu sangatlah berat, karena solusinya belum tentu akan didapatkan dengan mudah. Intinya, sederhanalah dalam hidup dengan memperhatikan kemungkinan hal-hal yang akan terjadi di sisa waktu yang masih dihadapi.
     Menurutnya, “kalau kita beruntung secara materi, pilihlah hidup sederhana dan bangga dengan kesederhanaan itu. Kalau kita kurang beruntung, mari sama-sama bekerja keras untuk menuju hidup yang lebih baik secara materi dan pola pikir.”
     Ia menceritakan seorang Dubes Wilfred Hoffman yang hidup sederhana. Hidup sederhana bukan karena tidak punya uang untuk hidup mewah. Tapi karena ia memang “sengaja memilih untuk hidup sederhana”. Jadi hidup sederhana sebagai pilihan yang membanggakan, bukan sebagai keterpaksaan. Dimana, mereka bangga dengan kesederhanaan itu, karena mereka merasa hidupnya menjadi lebih bermakna dan bermanfaat: kelebihan uang mereka disalurkan untuk yayasan-yayasan anak yatim, mengambil anak asuh, untuk orang-orang miskin, dan lain-lain.
    Salah satu contohnya yang paling monumental yang mungkin kita telah ketahui juga yaitu Albert Nobel. Inventor (penemu) dan pemilik lebih dari 300 hak paten berbagai penemuan teknologi baru. Dia milyarder yang hidup sederhana dan memiliki komitmen tinggi terhadap keilmuan dan kemanusiaan. Ketika meninggal, tak sepeserpun hartanya dia wariskan ke anaknya. Sebaliknya, ia tumpahkan seluruh harta kekayaannya untuk Nobel Foundation, pemberi hadiah Nobel untuk para ilmuwan dunia yang berhasil meraih prestasi gemilang di bidang masing-masing. Albert Nobel sudah meninggal puluhan tahun lalu, tapi namanya selalu dikenang di seluruh dunia sampai sekarang. Kuncinya, karena ia memilih hidup sederhana, kendati ia lebih dari mampu untuk membeli kemewahan apapun yang menjadi impian banyak orang.
Jadi, pada intinya berusahalah sekeras mungkin untuk menjadi kaya (dengan cara yang halal tentunya), tapi tetap menjaga dan memelihara gaya hidup sederhana, bermartabat dan peduli pada yg membutuhkan bantuan kita. Lantas, bertanyalah pada hati kecil kita, sudahkah menjalani kesederhanaan hidup? Mudah-mudahan kita bisa melakukannya, amin.