Mengumpulkan batu dari kali adalah pekerjaan baru Kasno. Selepas ia
dirumahkan dari perusahaan tekstil hanya kerja mengusung batu dari kali
itulah pengisi kesibukan baru Kasno. Ya, tentu saja pekerjaan itu tak
ada yang membayar. la melakukannya untuk mengisi kesibukan setelah
dirumahkan dari pekerjaan tekstil itu. Dan kalau boleh jujur, juga untuk
menghindari cernooh isterinya, karena sekarang ia menganggur dengan
berdalih cari batu untuk nyicil kelak kalau bisa mbangun rumah sendiri.
Setelah lima kali turun naik dari kali Kasno memerlukan sejenak
istirahat. Penat memberati pundak. Sendi-sendi kakinya sudah gemetar.
Dicarinya tempat yang teduh di tepi kali.
Biar tidak ngamplo ia merogoh rokoknya di saku. Ah, ternyata tinggal rokok terakhir.
Kasno membakar batang rokok terakhirnya itu. Asap biru berhembus
lurus dari mulutnya. Sejenak pikirannya menerawang. Selalu saja seperti
itu, merokok yang sedianya untuk melupakan kepenatan, tapi makin
membuatnya mengingat hal-hal suram yang telah berlalu.
“Cari kerja sana Mas. Si Thole sebentar lagi masuk TK. Perlu duit banyak buat daftar sekolah.”
“Kemarin juga aku sudah ke pabrik. Tapi uang pesangon belum turun. Gimanalagi?”
“Kok malah tanya gimana? Mas Kasno sendiri sebagai kepala rumah
tangga yang harus mikir; kok malah tanya gimana. Mas Kasno bisa cari
pinjaman. Nanti bisa dilunasi setelah uang pesangon turun. Yu Satiyem yang
kemarin sudah mendaftarkan anaknya, bilang, uang daftar masuk TK sekarang
sudah naik jadi dua juta!”
Itu adalah kejadian semalam. Isterinya minta dirinya segera mencari
pinjaman uang untuk biaya daftar sekolah si Thole karena bulan depan si
Thole sudah masukTK.
Kasno menghela napas lagi. Dibebani rasa penat, dirinya merebahkan
tubuh diatas tumpukan batu yang telah dikumpulkannya dari kali. Air
gemercik. Angin semilir. Semua itu membuatnya merasa nyaman. Barangkali
berhasil juga menghilangkan rasa lelah yang dari tadi menghimpit pundak.
Kasno memang lelah. Ya, ia betul-betul lelah. Rasanya beban kehidupan
bertambah berat sejak ia dirumahkan dari pabrik. la sudah bekerja
belasan tahun di pabrik, tapi ternyata tak ada balasan penghargaan dari
pabrik. Malah pabrik tega mempermainkan orang kecil seperti dirinya.
Ingatannya masih segar saat beberapa hari yang lalu ia mencoba menghadap
kepala direksi. la datang bersama wakil SPSI, berharap wakil pekerja di
perusahaan itu dapat membantunya di depan kepala direksi agar dirinya
tak dirumahkan.
Ya, soalnya aneh sekali mengapa pabrik banyak merumahkan pekerja,
tapi juga mengangkat pegawai kontrak baru. Kalau soal dirinya sudah tua,
ia juga belum terlalu tua. la masih produktif. Umurnya baru 35 tahun.
Anaknya baru berumur enam tahun masukTK pada tahun ini. la juga
mengatakan kepada kepala direksi kalau ia sudah bekerja lebih dari lima
belas tahun. Betapa waktu itu sudah membuktikah kesetiaan dirinya selama
bekerja di pabrik. Tapi ternyata tetap saja tak ada perubahan. Wakil
SPSI yang hadir bersamanya itu juga tidak bisa membantu.
Dan pabrik juga sangat tega pada pekerja yang dirumahkan seperti
dirinya, bisa-bisanya uang pesangon dari pabrik yang besarnya tiga kali
gaji itu dibayar dengan diangsur dua kali. la pun tak punya pilihan
selain menerima keputusan yang sepihak dari pabriknya itu.
Kemarin istrinya juga sudah menggebrak meja lagi.
“Utang di warung sudah menumpuk Mas. Kalau kamu tidak mau cari kerja,
aku yang akan bekerja. Kemarin Pak Broto menawari aku pekerjaan buruh
cuci dan setrika di rumahnya.”
Kasno diam.
“Kalau terpaksa Mas Kasno sampai minggu belum kerja, aku akan terima pekerjaan itu.”
Kasno pun sudah mencari hutangan kanan kiri, tapi hasilnya nihil. Semua
orang yang dihutanginya mengatakan kalau kantongnya lagi sempit, atau
ada yang bilang lagi defisit.
Abu rokok yang mengenai jemari membuat Kasno terlonjak. Lamunannya buyar.
Kasno menghela napasnya panjang-panjang. la berusaha mengusir segala pikiran yang meruwet di kepalanya itu.
Kasno melihat timbunan batu-batu yang dikumpulkannya itu masih membukit
kecil. Usaha kecil itu dirasanya hanya membuang waktu dan tenaga saja.
Seandainya ada keajaiban terjadi padanya, pikirnya.
Tapi apakah ada keajaiban bagi orang kecil seperti dirinya. Pabrik
tak berpihak orang kecil. Istrinya sendiripun kadang melonjak tak
menghargai suami kalautakada uang dibawa pulang.
Kasno menghela napas. Hidup begitu sulit. Seandainya batu-batu yang
ia kumpulkan berubah menjadi emas. Oh, alangkah dirinya akan menjadi
orang terkaya di kampung. Segala kebutuhan tercukupi. Senyum istrinya
yang manis itu akan kembali.
Kasno menggeleng-gelengkan kepala. la tadi hanya ngelantur. Kalau
dipanjangkan lagi ia akan malah jadi nggrantes. Malah kesambet
jin penunggu sungai ini hingga orang gendeng, tidak waras.
Kasno bangkit berdiri. la harus memindahkan batu itu sebelum tengah
hari yang panas. Dengan tenaga yang Kasno mulai memasukan batu-batu itu
ke dalam Kemudian ia meletakkannya di atas bahunya. Pelan-pelan ia mulai
mendaki ke atas daratan. Memerlukan menahan napas setiap ia mengangkat
sekarung batu itu. Tapi, saat hampir mencapai daratan, Kasno merasa
tiba-tiba pandangannya menggelap. Kasno ambruk dengan sekarung batu
menumbukya.
Kasno terguling ke bawah mencebur kali. Bajunya dan kotor oleh lumpur. Napasnya tersengal dengan menyedihkan.
Kasno mencoba bangun dari terlentang itu. Pandangannya masih
berkunang-kunang. Tapi ia mencoba bertahan. Kasno menelan ludahnya
sekedar untuk membasahi rokan. Merem melek matanya berusaha untuk tetap
Ah, ia memang sudah tak kuatlagi mengusung batu. la sudah kehabisan
tenaga. Jumlah kalori yang dibakar buat itu sudah tak tersisa lagi.
Karena inilah ia sampai sebelum sampai di daratan. Ya, sejak seharian
ini ia makan. Isterinya tak mau menyiapkan sarapan kalau ia mendapat
uang untuk mendaftar sekolah si Thole. Istrinya memang berperangai keras
dan kasar. Dan ia yang mengalah, harus sabar.
Kasno merasa sial sekali. Ketika berangkat tadi ia juga mbawa
perbekalan minum. Sekarang usaha satu-Kasno untuk bertahan cuma bisa
menelan ludah. Kasno menelan ludah dengan rakusnya. Tapi sialnya, mana
ludah, yang berkali-kali ditelannya justru tak ‘uat rasa hausnya
hilang malah membuat Kasno muntah
Huooeekkkk…Huoeekk!
Kasno jatuh terlentang tepat kepalanya membentur sebuah batu kali
yang keras. Matanya melotot, seketika kejang-kejang. Ayannya kumat.
Gara-gara stress, gara-gara kondisi badan yang tidak tidak fit. Namun,
di tempat itu tak ada orang. Padahal orang kena ayan, sangat berbahaya
sekali bila dekat dengan air atau sungai. Jika tercebur ia bisa
apatserangankramotakmendadak. Kasno terus berguling-guling sambil
kejang-kejang. Kakinya menyepak batu-batu dengan keras. Jiwanya tampak
tersiksa. Wajahnya merah pucat seperti wajah orang mati. Tak jauh dari
tempatnya, satu meter lagi air sungai yang mengalir.
Kematian terasa begitu dekat.
“Ya, Allah.Kasno…!!”
Teriak suara dari atas kali. Orang itu setengah baya, biasa
memandikan kambing di sungai. Ketika melihat Kasno kena ayan, ia segera
meloncat turun. Diangkatnya Kasno ke atas ke tempat lebih kering. Karena
lelaki itu sudah tahu perihal penyakit Kasno, cuma dibiarkan saja agar
serangan itu reda. Benar juga, tak lama kemudian, Kasno mulai berhenti
kejang-kejang. Gerakannya melemah. Wajahnya berangsur berwarna darah.
“Alhamdulillah, syukurlah aku cepat ke sini. Oalah, No. Kamu orang jangan seperti itu lagi,” rintih orang tua itu prihatin.
Kasno sendiri tak mendengar rintihan orang tua itu. Lima menit
kemudian baru kesadarannya pulih. la terkejut ketika meliat sosok di
depannya. Dia Pak Jiman, yang punya piaraan kambing banyak itu.
“Aku di mana Pak?”
“Untung tadi aku cepat ke sini. Aku lihat kamu kejang-kejang di bawah sana, dekat air. Untung aku masih sempat ngonangi kamu.”
Kasno baru menyadari apa yang terjadi. la pun berterima kasih kepada orang baik hati di depannya itu.
“Lho kamu sudah tak kerja di pabrik lagi to?”
“lya, Pak. Sekarang nganggur. Pinginnya tadi cari batu, siapa tahu bisa dijual. Tapi malah megap-megap napasnya.”
Pak Jiman mengangguk.
“Kebetulan aku sedang membutuhkan pegawai buat angon kambingku selama
sebulan. Soalnya aku mau ke Jakarta, buat persiapan naik haji. Kalau
kamu mau, kamu bisa kerja di rumahku, angon kambingku. Bagaimana?”
Berbinar mata Kasno. Angon kambing tak masalah, yang penting dapat uang.
“Benar Pak?”
“Masak aku bohong sih.”
Tentu saja Kasno menerima tawaran itu. Segera saja ditinggalkannya batu-batu itu di kali.
“Lho, kamu nggak jadi mengumpulkan batu lagi.”
“Biar saja Pak. Nanti sekalian pas menggembala kambing di sini, saya
akan kumpulkan lagi. Yang penting saya harus kerja dulu biar dapat
uang.”
Mereka berdua ke rumah PakJiman, dimana ratusan kambingnya sudah
menunggu. Kasno jadi merasa bahwa sebenarnya ada kekuatan tertentu yang
selalu menolong manusia yang dilanda kesulitan. Dan dipikir-pikir, dia
jada ingat apa kekuatan itu. Tuhan, ya Tuhan Allah SWT yang menolongnya.
Sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat. Yang diperlukan hanyalah
bersabar saja. Allah itu tak akan memberi beban yang tak kuat ditanggung
hamba-Nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar