![Amalan Sunnah Dzulhijjah & Idul Adha](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_ume8z6f0YMGxYSXdCsNscJJPG0uyKx6a9KlZI7yJLEcS1UmFBGcapwI9WxnJXkUKQ1R_rmE-qk5UgYW4DJgVGBiuz819Gb6MImW7rYMVLr2FJAa9bQBT_aIq6Jo4lFIO_aT24T_rJEWrcwenj3m6qcGmpvpvhQXAX7C-JEr7aMCfgP=s0-d)
Penjelasan:
1. Haji & umroh
Bulan Dzulhijjah dinamakan Dzulhijjah karena di bulan inilah dilaksanakannya ibadah haji.
وَلِلَّهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ
كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Alloh, yaitu bagi
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitulloh. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Alloh Maha Kaya (tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” [QS. Ali Imron: 97]
2. Memperbanyak amal sholeh
Dari Ibnu Abbas rodhiyallhu anhuma, ia berkata: Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
«مَا
مِنْ أَيَّامٍ العَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ
هَذِهِ الأَيَّامِ العَشْرِ» ، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا
الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ
خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ»
“Tiada hari-hari yang amalan sholeh di dalamnya lebih dicintai oleh
Alloh daripada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.” Para sahabat
bertanya: “Wahai Rosululloh, tidak pula jihad di jalan Alloh?”
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam menjawab: “Tidak juga jihad di
jalan Alloh, kecuali seorang yang berangkat dengan jiwa dan hartanya
kemudian tidak ada yang kembali sedikit pun. “ [HR al-Bukhori no. 969,
at-Tirmidzi no. 757, Abu Dawud no. 2438, Ahmad no 1968, dll. Lafadz ini
dari riwayat at-Tirmidzi]
Dan amal sholeh dalam hadits ini umum mencakup puasa, sholat, dzikir, membaca al-Qur’an, bersedekah, dll.
3. Tidak memotong atau mencabut rambut, kulit dan kuku bagi yang akan berkurban
Dari Ummu Salamah rodhiyallohu anha, Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ، وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
“Jika telah masuk sepuluh hari pertama Dzulhijjah dan salah seorang
dari kalian ingin berkurban, maka janganlah ia mengambil rambut dan
kulitnya sedikitpun.” [HR. Muslim no. 1977]
Dalam riwayat Muslim lainnya:
مَنْ
كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ هِلَالُ ذِي الْحِجَّةِ،
فَلَا يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ، وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى
يُضَحِّيَ
“Barangsiapa yang memiliki hewan kurban untuk disembelih, apabila
hilal Dzulhijjah telah terlihat maka janganlah ia mengambil rambut dan
kukunya sedikitpun sampai ia menyembelih kurbannya.” [HR. Muslim no.
1977]
Hukum ini khusus bagi orang yang berniat ingin berkurban, adapun yang selainnya tidak dilarang.
4. Memperbanyak Takbir
وَكَانَ
ابْنُ عُمَرَ، وَأَبُو هُرَيْرَةَ: «يَخْرُجَانِ إِلَى السُّوقِ فِي
أَيَّامِ العَشْرِ يُكَبِّرَانِ، وَيُكَبِّرُ النَّاسُ بِتَكْبِيرِهِمَا»
“Ibnu Umar dan Abu Huroiroh keluar ke pasar pada 10 hari (pertama)
Dzulhijjah sambil bertakbir dan orang-orangpun bertakbir dengan takbir
mereka berdua.” [Diriwayatkan al-Bukhori secara mu’allaq dalam
Shohihnya, al-Fakihi dalam Akhbar Makkah no. 1704 dengan sanad yang
bersambung. Dishohihkan al-Albani dalam al-Irwa’ no. 651]
Ada beberapa riwayat dari shohabat tentang takbir dari setelah sholat
shubuh sampai setelah sholat ashar di akhir hari tasyriq. Diantaranya
dari Ali rodhiyallohu anhu:
«أَنَّهُ
كَانَ يُكَبِّرُ بَعْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ عَرَفَةَ، إِلَى صَلَاةِ
الْعَصْرِ مِنْ آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، وَيُكَبِّرُ بَعْدَ
الْعَصْرِ»
“Bahwasanya beliau bertakbir setelah sholat shubuh pada hari Arofah
sampai sholat ashar di akhir hari tasyriq dan beliau bertakbir setelah
ashar.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 5631, dishohihkan
al-Albani dalam al-Irwa’ dalam pembahasan hadits no. 653]
Ibnu Qudamah berkata dalam al-Mughni 2/292:
قِيلَ
لِأَحْمَدْ، – رَحِمَهُ اللَّهُ -: بِأَيِّ حَدِيثٍ تَذْهَبُ، إلَى أَنَّ
التَّكْبِيرَ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَوْمَ عَرَفَةَ إلَى آخِرِ أَيَّامِ
التَّشْرِيقِ؟ قَالَ: بِالْإِجْمَاعِ عُمَرُ، وَعَلِيٌّ، وَابْنُ عَبَّاسٍ،
وَابْنُ مَسْعُودٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ -.
Imam Ahmad rohimahulloh ditanya: “dengan hadits mana engkau
berpendapat bahwa takbir itu dari sholat fajar di hari Arofah sampai
akhir hari tasyriq?” beliau menjawab: “dengan Ijma’ Umar, Ali, Ibnu
Abbas, dan Ibnu Mas’ud rodhiyallohu anhum.”
Diriwayatkan dari Ibrohim an-Nakho’i (tabi’in), ia berkata:
كَانُوا
يُكَبِّرُونَ يَوْمَ عَرَفَةَ، وَأَحَدُهُمْ مُسْتَقْبِلٌ الْقِبْلَةَ فِي
دُبُرِ الصَّلَاةِ: اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ
الْحَمْدُ
“Mereka dahulu bertakbir pada hari Arofah dan salah seorang dari mereka menghadap kiblat di akhir sholat dengan mengucapkan: Allohu akbar, Allohu akbar, laa ilaaha illallohu wallohu akbar, Allohu akbar wa lillaahil hamd.” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya no. 5650, dishohihkan oleh syaikh Abul Hasan as-Sulaymani dalam Tanwirul Ainain bi Ahkamil Adhohi wal Iedain hal. 290]
Namun “mereka” yang dimaksud oleh Ibrohim an-Nakho’i dalam riwayat di
atas tidak dijelaskan siapa, kemungkinannya bisa berarti para shohabat
atau para tabi’in.
Lafadz Takbir:
Ada beberapa lafadz takbir yang diriwayatkan dari para shohabat dan
dishohihkan oleh syaikh al-Albani dalam Irwa’ul Gholil 1/125-126:
Lafadz takbir Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu anhu:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
“Allohu akbar, Allohu akbar, laa ilaaha illallohu wallohu akbar, Allohu akbar wa lillaahil hamd.” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya no. 5651]
اللَّهُ
أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
“Allohu akbar, Allohu akbar, Allohu akbar, laa ilaaha illallohu wallohu akbar, Allohu akbar wa lillaahil hamd.” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya no. 5633]
Lafadz Takbir Ibnu Abbas rodhiyallohu anhuma:
اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَأَجَلُّ اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
“Allohu akbar kabiro, Allohu akbar kabiro, Allohu akbar wa ajal, Allohu akbar wa lillaahil hamd.” [Diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf-nya no. 5646]
Dan beberapa lafadz lainnya. Dan yang perlu diingat bahwa takbir dilakukan sendiri-sendiri, bukan berjama’ah dengan satu suara.
5. Puasa Arofah Pada Tanggal 9 Dzulhijjah
Dari hadits Abu Qotadah al-Anshori, bahwa Rosululloh shollallohu alaihi wasallam ditanya tentang puasa Arofah, beliau menjawab:
«يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ»
“Puasa Arofah menggugurkan dosa setahun yang telah lalu dan setahun
yang akan datang.” [HR. Muslim no. 1162, Ahmad no. 22621, an-Nasa’i
dalam al-Kubro no. 2826, dll]
6. Sholat Iedul Adha Di Lapangan Bersama Kaum Muslimin
Disunnahkan mandi sebelum berangkat sholat ied, berdasarkan atsar-atsar berikut ini:
عَنْ
زَاذَانَ قَالَ: سَأَلَ رَجُلٌ عَلِيًّا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ
الْغُسْلِ فَقَالَ: «اغْتَسِلْ كُلَّ يَوْمٍ إِنْ شِئْتَ» ، فَقَالَ:
الْغُسْلُ الَّذِي هُوَ الْغُسْلُ؟ قَالَ: «يَوْمُ الْجُمُعَةِ، وَيَوْمُ
عَرَفَةَ، وَيَوْمُ النَّحْرِ، وَيَوْمُ الْفِطْرِ»
Dari Zadzan, seseorang bertanya kepada Ali rodhiyallohu anhu tentang
mandi, maka Ali menjawab: “Mandilah setiap hari jika kamu mau.” Ia
menjawab: “(maksudku) mandi yang benar-benar mandi?” Ali rodhiyallohu
anhu menjawab: “Hari Jum’at, hari Arofah, hari Idul Adha, dan hari Idul
Fitri.” [HR. asy-Syafi’i dalam Musnadnya no. 988 dan al-Baihaqi dalam
al-Kubro no. 6124, dan dishohihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam
Al-Irwa` 1/176-177]
Dari Muhammad bin Ishaq, ia berkata: aku bertanya kepada Nafi’:
كَيْفَ
كَانَ ابْنُ عُمَرَ يَصْنَعُ يَوْمَ الْعِيدِ؟ قَالَ: كَانَ «يَشْهَدُ
صَلَاةَ الْفَجْرِ مَعَ الْإِمَامِ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى بَيْتِهِ
فَيَغْتَسِلُ غُسْلَهُ مِنَ الْجَنَابَةِ وَيَلْبَسُ أَحْسَنَ ثِيَابِهِ
وَيَتَطَيَّبُ بِأَطْيَبِ مَا عِنْدَهُ ثُمَّ يَخْرُجُ حَتَّى يَأْتِيَ
الْمُصَلَّى فَيَجْلِسُ فِيهِ حَتَّى يَجِيءُ الْإِمَامُ , فَإِذَا جَاءَ
الْإِمَامُ صَلَّى مَعَهُ ثُمَّ يَرْجِعُ فَيَدْخُلُ مَسْجِدَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيُصَلِّي فِيهِ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ
يَأْتِي بَيْتَهُ»
“Apa yang dilakukan Ibnu Umar pada hari ied?” ia menjawab: “beliau
sholat shubuh bersama imam kemudian pulang ke rumahnya, lalu mandi seperti mandi janabah
dan memakai pakaiannya yang paling bagus serta memakai wewangian yang
ada padanya, kemudian beliau keluar mendatangi musholla (lapangan sholat
Ied) lalu duduk sampai imam datang. Ketika imam telah datang, beliau
sholat bersamanya. Setelah selesai beliau kembali dan mampir ke masjid
Nabi shollallohu alaihi wa sallam dan sholat dua roka’at disana, lalu
pulang ke rumahnya.” [Diriwayatkan al-Harits bin Muhammad dalam Baghiyatul Bahits ‘ala Zawa’id Musnad al-Harits no. 207, dihasankan oleh syaikh Abul Hasan as-Sulaymani dalam Tanwirul Ainain bi Ahkamil Adhohi wal Iedain hal. 29]
- Tidak makan sebelum sholat Iedul Adha
Dari hadits Buraidah rodhiyallohu anhu, ia berkata:
«كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ
الفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ، وَلَا يَطْعَمُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى
يُصَلِّيَ»
“Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam tidak berangkat sholat pada
hari raya iedul fithri sebelum makan, dan beliau tidak makan pada hari
raya Iedul Adha sampai selesai sholat.”
[HR. at-Tirmidzi no. 542, al-Baghowi dalam Syarhus Sunnah no. 1104. Dishohihkan al-Albani dalam Misykah al-Mashobih no. 1440]
- Jalan kaki menuju lapangan sholat Ied
Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu anhu berkata:
مِنَ السُّنَّةِ أَنْ تَخْرُجَ إِلَى الْعِيْدِ مَاشِيًا
“Termasuk perbuatan sunnah, kamu keluar mendatangi sholat ied dengan
berjalan kaki”. [HR.At-Tirmidzy dalam As-Sunan (2/410); dihasankan
al-Albani dalam Shohih Sunan at-Tirmidzi (530)]
Abu ‘Isa At-Tirmidzy- rahimahullah-berkata dalam Sunan At-Tirmidzy
(2/410), “Hadits ini di amalkan di sisi para ahli ilmu. Mereka
menganjurkan seseorang keluar menuju ied dengan berjalan kaki”.
- Menuju lapangan sholat ied sambil bertakbir
Dari Abdulloh bin Umar rodhiyallohu anhuma:
«أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْرُجُ فِي
الْعِيدَيْنِ مَعَ الْفَضْلِ بْنِ عَبَّاسٍ، وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ
عَبَّاسٍ، وَالْعَبَّاسِ، وَعَلِيٍّ، وَجَعْفَرٍ، وَالْحَسَنِ،
وَالْحُسَيْنِ، وَأُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ، وَزِيدِ بْنِ حَارِثَةَ،
وَأَيْمَنَ ابْنِ أُمِّ أَيْمَنَ، رَافِعًا صَوْتَهُ بِالتَّهْلِيلِ
وَالتَّكْبِيرِ، فَيَأْخُذُ طَرِيقَ الْحَدَّادِينَ حَتَّى يَأْتِيَ
الْمُصَلَّى، فَإِذَا فَرَغَ رَجَعَ عَلَى الْحَذَّائِينَ حَتَّى يَأْتِيَ
مَنْزِلَهُ»
“Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam berangkat sholat pada dua
hari Ied bersama al-Fadhl bin Abbas, Abdulloh bin Abbas, al-Abbas, Ali,
Ja’far, al-Hasan, Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, dan Aiman
bin Ummi Aiman sambil mengucapkan tahlil dan takbir dengan mengangkat
suaranya, beliau berangkat melewati jalan al-Haddadiin sampai tiba di
lapangan sholat Ied. Ketika telah selesai beliau pulang melalui jalan
al-Hadzdzaiin sampai tiba di rumahnya.” [HR. Ibnu Khuzaimah no. 1341,
al-Baihaqi dalam al-Kubro no. 6130. Hadits ini dinilai hasan li ghoirihi oleh al-Albani dalam ash-Shohihah 1/330 dan al-Irwa’ 3/123]
- Sholat Ied bersama kaum muslimin & mendengarkan khutbah
Jamaah sholat Ied dipersilahkan memilih duduk
mendengarkan khutbah atau tidak, berdasarkan hadits Abdulloh bin
as-Sa’ib rodhiyallohu anhu: aku melaksanakan sholat Ied bersama
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika selesai sholat beliau
bersabda:
«إِنَّا نَخْطُبُ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ»
“Kami berkhutbah, barangsiapa yang ingin duduk untuk mendengarkan
khutbah maka duduklah dan barangsiapa yang ingin pergi maka silahkan
pergi.” [HR. Abu Dawud no. 1155, Ibnu Majah no. 1290, ad-Daruquthni no.
1738, al-Hakim no. 1093, dll. Dishohihkan oleh Al-Albani dalam al-Irwa’
no. 629]
- Mengucapkan tahni’ah “Taqobbalallohu minna wa minkum”
Ibnu Hajar mengatakan: “Kami meriwayatkan dalam
Al-Muhamiliyyat dengan sanad yang hasan dari Jubair bin Nufair bahwa ia
berkata: ‘Para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila bertemu
di hari Id, sebagian mereka mengatakan kepada sebagian yang lain:
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ
“Semoga Allah menerima (amal) dari kami dan dari kamu.” [Lihat pula
masalah ini dalam Ahkamul ‘Idain karya syaikh Ali Hasan hal. 61, Majmu’
Fatawa, 24/253, Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/167-168]
- Pulang melalui rute yang berbeda dari berangkat
Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata:
«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ»
“Nabi shollallohu alaihi wa sallam apabila di hari Id, beliau mengambil jalan yang berbeda.” [HR. Al-Bukhori no. 986]
Begitu pula dalam hadits yang telah disebutkan sebelumnya tentang berangkat sholat Ied sambil bertakbir:
فَيَأْخُذُ
طَرِيقَ الْحَدَّادِينَ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى، فَإِذَا فَرَغَ
رَجَعَ عَلَى الْحَذَّائِينَ حَتَّى يَأْتِيَ مَنْزِلَهُ
“beliau berangkat melewati jalan al-Haddadiin sampai tiba di lapangan
sholat Ied. Ketika telah selesai beliau pulang melalui jalan
al-Hadzdzaiin sampai tiba di rumahnya.” [HR. Ibnu Khuzaimah no. 1341,
al-Baihaqi dalam al-Kubro no. 6130. Hadits ini dinilai hasan li ghoirihi oleh al-Albani dalam ash-Shohihah 1/330 dan al-Irwa’ 3/123]
7. Menyembelih hewan kurban setelah sholat Idul Adha
Dari Abu Huroiroh, Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ، وَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا»
“Barangsiapa memiliki kelapangan (rizki) tapi tidak berkurban,
janganlah ia mendekati tempat sholat kami.” [HR. Ibnu Majah no. 3123,
Ahmad no. 8273, ad-Daruquthni no. 4762, al-Hakim no. 7565, dll.
Dihasankan oleh al-Albani dalam Takhrij Musykilatul Faqr no. 102]
Dari Anas bin Malik, ia berkata: Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ
ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ، وَمَنْ ذَبَحَ
بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ، وَأَصَابَ سُنَّةَ
المُسْلِمِينَ»
“Barangsiapa yang menyembelih sebelum sholat, berarti ia menyembelih
hanya untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang menyembelih sesudah
sholat, maka telah sempurnalah qurbannya dan sesuai dengan sunnahnya
kaum muslimin.” [HR. al-Bukhori no. 5546]
8. Tidak berpuasa pada hari raya Iedul Adha
Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu anhu, ia berkata:
«أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الْأَضْحَى، وَيَوْمِ الْفِطْرِ»
“bahwa Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam melarang puasa pada 2
hari: hari raya Idul Adha dan Idul Fithri.” [HR. Muslim no. 139, Malik
1/376, Ahmad no. 10634, Ibnu Hibban no. 3598, dll]
PENUTUP
Demikianlah beberapa syi’ar Islam di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, maka hendaknya kita mengagungkan syi’ar-syi’ar tersebut.
وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu menunjukkan ketakwaan hati.” [QS. Al-Hajj: 32]